Jakarta, Propertytimes.id – Di tengah gemerlap kota metropolitan Jakarta dan Surabaya, berdiri kokoh beberapa bangunan megah yang menjadi saksi bisu perjalanan seorang visioner, Hendro Santoso Gondokusumo. Dia adalah pendiri sekaligus Presiden Direktur PT Intiland Development, Tbk.
Lahir di Malang pada 6 September 1950, anak ketiga dari delapan bersaudara ini tumbuh dalam kesederhanaan. Dari delapan bersaudara itu, hanya ada dua orang anak laki-laki dan Hendro merupakan anak lelaki tertua. Ayahnya adalah seorang pedagang hasil bumi, dan dari beliaulah Hendro belajar tentang ketekunan dan kerja keras.
Meski terlahir dari keluarga pebisnis, namun Hendro muda punya pandangan tersendiri tentang arah jalan hidup yang akan dia pilih kelak. Ini karena hatinya telah terpikat pada keindahan arsitektur, pada garis-garis bangunan yang menjulang tinggi, pada ruang-ruang yang menyimpan cerita.
Pada usia 17 tahun, Hendro remaja memilih merantau ke Jakarta, mengikuti jejak sang ayah dan pamannya untuk berdagang hasil bumi. Belakangan, bisnis ini justru ditinggalkan dan mereka pun mulai beralih ke bisnis properti. Dengan jumlah karyawan yang terbatas saat itu, Hendro ikut membantu memulai bisnis ini dari nol. “Saya sama sekali tak punya pengetahuan dan pengalaman dalam bidang properti,” cerita Hendro suatu waktu.
BACA JUGA: Hendro S. Gondokusumo, Pendiri dan CEO Intiland, Berpulang di Usia 74 Tahun
Namun, panggilan jiwa justru melejitkan namanya di dunia properti. Hal ini karena Hendro melihat potensi besar sektor properti sebagai sebuah kebutuhan fundamental yang akan terus berkembang seiring zaman. “Di dunia properti, saya benar-benar bisa mengembangkan diri,” ujarnya.
Membangun Intiland dari Mimpi
Medio 1970-an, dengan tangan dingin dan visi yang tajam, Hendro pun memulai perjalanan panjangnya membangun Intiland. Dari proyek-proyek perumahan sederhana seperti Cilandak Garden Housing dan Taman Harapan Indah, hingga mahakarya ikonik seperti Pantai Mutiara dan Intiland Tower, setiap langkahnya diwarnai inovasi dan keberanian.
Proyek perumahan pertama yang digarap perusahaan ayah dan pamannya di Cilandak, Jakarta Selatan. Proyek perumahan ini dibangun untuk memasok kebutuhan karyawan Pertamina saat itu. Proyek kedua, Taman Harapan Indah di kawasan Angke, Jakarta Barat dibangun tahun 1974. “Meskipun proyek Cilandak belum selesai, kami sudah memulai proyek baru di Angke. Untuk kawasan Kota, kami merupakan perusahaan properti pertama yang membangun perumahan di sana,” kenang Hendro.
Seiring waktu, di bawah kepemimpinannya, Intiland menjelma menjadi salah satu pengembang properti terkemuka di Indonesia. Proyek-proyeknya tidak hanya memenuhi kebutuhan hunian, tetapi juga menciptakan ruang-ruang yang meningkatkan kualitas hidup dan membangun komunitas.
Lebih dari sekadar bangunan fisik, Hendro meninggalkan warisan nilai-nilai luhur yaitu ketekunan, keberanian berinovasi, dan komitmen terhadap kualitas. Nilai-nilai ini menjadi landasan bagi industri properti Indonesia, dan menginspirasi para pengembang untuk terus berkarya dan menciptakan yang terbaik.
Salah satu mahakarya Intiland yang paling ikonik adalah Regatta, kondominium mewah yang dirancang oleh Tom Wright, arsitek di balik Burj Al Arab Dubai. Proyek ini menjadi simbol kemewahan dan inovasi, mencerminkan visi Hendro untuk selalu menghadirkan yang terbaik. Selain itu, Hendro juga memimpin pengembangan Graha Famili di Surabaya, sebuah kota mandiri yang dilengkapi dengan lapangan golf 18-hole. Proyek ini menjadi bukti komitmennya untuk menciptakan lingkungan yang harmonis dan berkualitas.
Menghadapi Badai, Tetap Tegar
Perjalanan Hendro memang tidak selalu mulus. Badai krisis ekonomi Asia 1997 menghantam industri properti, termasuk Intiland. Namun Hendro tak gentar. Salah satu jasa terbesarnya dalam memimpin perusahaan adalah berhasil meloloskan perusahaan itu dari kebangkrutan. Bagaimana tidak, kala itu perusahaan mengalami tekanan keuangan yang sangat berat. Bahkan, selama kurang lebih 10 tahun, target manajemen hanya bertahan dan membereskan utang dengan berbagai upaya dan kerja keras.
Salah satu kebijakan penting yang diambil saat itu adalah berkomitmen untuk tidak memberlakukan PHK (pemutusan hubungan kerja) kepada karyawan dan merelakan sebagian dari gaji mereka untuk “dipinjamkan” kepada perusahaan. Baru setelah pada tahun 2007, Intiland berhasil melakukan restrukturisasi atas seluruh utangnya, bersamaan dengan restrukturisasi keuangan dan bidang lainnya. Di tengah pandemi Covid-19, Hendro kembali menunjukkan ketangguhannya. Intiland tetap bertahan dan bahkan berhasil menyelesaikan proyek-proyek prestisius seperti SQ Rés dan Fifty Seven Promenade.
Sang Pemimpin yang Rendah Hati
Selain sukses dalam bisnis, Hendro juga aktif dalam berbagai organisasi. Ia pernah menjabat sebagai Ketua Jakarta Properti Club dan Dewan Penasihat Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia. Di balik kesuksesannya, Hendro tetaplah sosok yang rendah hati dan sederhana. Ia selalu memegang teguh nilai-nilai kemanusiaan, menginspirasi orang-orang di sekitarnya untuk menjadi lebih baik.
Dalam mengarungi kehidupan, Hendro selalu berpegang pada nasihat Dalai Lama: “Jagalah pikiranmu karena akan jadi perkataanmu. Jagalah perkataanmu karena akan menjadi perbuatanmu. Jagalah perbuatanmu karena akan menjadi kebiasaanmu. Jagalah kebiasaanmu karena akan membentuk karaktermu. Jagalah karaktermu karena akan membentuk nasibmu.” Nasihat ini menjadi cerminan dari karakter Hendro, seorang pemimpin bijak yang selalu mengutamakan nilai-nilai luhur dalam setiap tindakannya.
Pada hari Kamis (13/3) kemarin, sang arsitek kota itu baru saja berpulang karena sakit. Meninggalkan warisan abadi yang akan terus hidup dalam setiap bangunan yang ia kembangkan, dalam setiap nilai yang ia tanamkan. Namanya akan selalu dikenang sebagai sang arsitek kota, seorang visioner yang telah mengubah wajah properti di Indonesia. Semangat dan visinya akan tetap terus hidup, menginspirasi generasi penerus untuk membangun kota yang lebih baik di masa mendatang. Selamat jalan, Pak HendroSantoso Gondokusumo.
Penulis : Rizki