Jakarta, Propertytimes.id – Optimisme terhadap sektor properti residensial terus menguat seiring dengan pergerakan positif pasar rumah tapak di kawasan Jabodetabek sepanjang satu tahun terakhir. Dalam paparan media briefing yang diselenggarakan Leads Property Indonesia di The Executive Centre, Mori Tower Jakarta, Kamis (19/6), tercatat total penjualan rumah tapak di Jabodetabek mencapai 188 ribu unit hingga kuartal pertama 2025, didorong oleh peningkatan aktivitas pembelian terutama di segmen menengah.
Associate Director Leads Property, Martin Samuel Hutapea, menyebut bahwa tren pasar rumah tapak saat ini bergerak menuju kawasan-kawasan penyangga dengan basis township besar sebagai motor utama pertumbuhan.
“Konsumen kini tidak hanya mencari rumah, tapi juga ekosistem hunian yang lengkap, terintegrasi, dan punya potensi kenaikan nilai. Township menjadi jawaban atas kebutuhan ini,” ujar Martin.
Dalam laporannya, Leads mencatat harga jual rata-rata rumah tapak di kawasan Jabodetabek kini mencapai Rp2,5 miliar untuk kelas menengah atas, naik signifikan dari tahun sebelumnya. Kenaikan ini diikuti pula oleh lonjakan suplai rumah baru sebesar 3.600 unit, serta peningkatan permintaan sebesar 2.600 unit per kuartal.
Secara tahunan, pertumbuhan permintaan mencapai 72 persen, mencerminkan minat beli yang terus meningkat, meski dalam tekanan suku bunga tinggi.
Tangerang masih menjadi wilayah dengan performa tertinggi, mencatat kontribusi 31% dari total penjualan rumah tapak di Jabodetabek, disusul Bekasi 27%, Jakarta 17%, dan Bogor serta Depok masing-masing 15% dan 10%.
Leads juga menyoroti pergeseran strategi pengembang yang kini lebih fokus menggarap proyek-proyek skala besar di luar pusat kota, menyasar pasar keluarga muda dan menengah yang mencari kualitas hidup lebih baik dengan harga lebih terjangkau.
“Pengembangan township jauh dari pusat kota tak lagi dipandang sebagai kelemahan. Justru menjadi nilai tambah karena menawarkan ruang lebih luas, lingkungan lebih hijau, dan infrastruktur yang terencana,” tambah Martin.
Faktor lain yang turut mendorong kenaikan harga adalah keterbatasan suplai lahan di wilayah pusat serta meningkatnya biaya konstruksi. Namun, permintaan tetap stabil karena masyarakat cenderung melihat rumah tapak sebagai instrumen investasi jangka panjang yang aman.
Sementara itu, tren sewa (rental yield) rumah tapak juga menunjukkan potensi pertumbuhan, terutama di area dekat kawasan industri dan pendidikan. Leads memproyeksikan tren ini akan memperkuat posisi rumah tapak tidak hanya sebagai hunian end-user tetapi juga sebagai aset investasi produktif.
Dengan momentum ini, para pengembang diprediksi akan semakin agresif dalam meluncurkan produk baru yang mengedepankan integrasi fungsi residensial, komersial, dan ruang terbuka hijau dalam satu kawasan terpadu.





