Jakarta, Propertytimes.id – Elon Musk, pengusaha teknologi terkemuka di balik Tesla dan SpaceX, kembali mengguncang dunia dengan terobosannya. Kali ini bukan tentang luar angkasa atau mobil listrik, melainkan di sektor perumahan.
Musk diketahui memperkenalkan konsep rumah murah senilai 10.000 dolar AS atau sekitar Rp150 juta melalui kolaborasinya dengan perusahaan konstruksi Boxabl. Rumah modular bernama Boxabl Casita itu dirancang sebagai solusi inovatif atas krisis perumahan di Amerika Serikat yang semakin memburuk akibat lonjakan harga rumah, stagnasi upah, dan tekanan inflasi yang berkepanjangan.
Proyek tersebut digagas bersama Boxabl, perusahaan yang mengembangkan rumah prefabrikasi modular dengan efisiensi tinggi. Menariknya, Elon Musk sendiri dikabarkan telah tinggal di salah satu unit Casita yang ditempatkan di dekat fasilitas SpaceX di Texas. Proyek ini berfokus pada tahap awal di sejumlah negara bagian Amerika Serikat seperti Texas, namun dalam jangka panjang, konsep rumah murah ini diharapkan dapat diterapkan secara global, termasuk di negara berkembang yang menghadapi tantangan serupa dalam akses terhadap hunian yang layak.
BACA JUGA: Miliarder Kelahiran Indonesia Beli Hotel Shophouse di Singapura Senilai Rp1,2 Triliun
Meskipun ide ini telah beredar selama beberapa tahun terakhir, wacana rumah murah ini kembali menjadi perbincangan hangat pada pertengahan 2025 setelah Musk secara terbuka menegaskan kembali komitmennya terhadap proyek perumahan terjangkau.
Hal ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa harga rumah rata-rata di Amerika Serikat saat ini telah menembus angka 300.000 dolar AS, setara dengan sekitar Rp4,5 miliar. Kondisi ini menyebabkan jutaan warga kesulitan untuk memiliki rumah, terutama mereka yang berpenghasilan rendah, baru pertama kali membeli rumah, atau hidup dalam ketidakpastian finansial.
Boxabl Casita merupakan rumah prefabrikasi berukuran sekitar 33 hingga 38 meter persegi yang dapat dirakit dalam hitungan jam. Harga dasarnya dimulai dari 60.000 dolar AS atau sekitar Rp900 juta, namun Musk menargetkan agar harga dapat ditekan hingga 10.000 dolar AS atau Rp150 juta di masa mendatang. Rumah ini dirancang dengan dapur lengkap, kamar mandi, ruang tamu, serta dapat dipasangi panel surya dan sistem hemat energi untuk menekan biaya hidup bulanan dan mengurangi jejak karbon.
Selain menawarkan harga terjangkau, proyek ini juga mengusung filosofi baru tentang keberlanjutan dan efisiensi dalam konstruksi. Tak heran, material rumah dirancang agar memiliki isolasi termal yang baik, menggunakan perlengkapan hemat energi, dan dapat terintegrasi dengan teknologi tenaga surya. Karena dibuat secara modular di pabrik, proses konstruksi rumah ini menghasilkan limbah yang jauh lebih sedikit dibandingkan pembangunan konvensional.
Meski tampak baru dan revolusioner di mata publik global, konsep rumah prefabrikasi seperti yang diperkenalkan Elon Musk sebenarnya bukan hal asing di Indonesia. Negara ini bahkan telah lebih dulu mencoba pendekatan serupa, khususnya dalam penanganan pascabencana dan pembangunan hunian cepat untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
Salah satu contoh paling menonjol adalah RISHA atau Rumah Instan Sederhana Sehat. Dikembangkan oleh Kementerian PUPR sejak 2004, RISHA menggunakan sistem modular berbasis beton pracetak dan dapat dirakit dalam waktu kurang dari seminggu. Rumah ini pernah digunakan di Lombok, Palu, dan sejumlah wilayah terdampak gempa lainnya sebagai solusi tanggap darurat dan perumahan transisi yang tahan gempa.
Selain itu, ada juga Rumah Dome di Desa Nglepen, Yogyakarta, hasil kerja sama dengan lembaga Jepang pasca-gempa 2006. Rumah berbentuk kubah dari beton ini dirancang untuk tahan terhadap bencana alam dan kini menjadi salah satu ikon perumahan alternatif di Indonesia.
Di sektor swasta, rumah knock-down berbahan kayu dan baja ringan juga pernah dikembangkan oleh BUMN seperti Perhutani maupun perusahaan manufaktur seperti PT Tata Logam Lestari. Bahkan, rumah dari kontainer bekas pun marak digunakan sebagai hunian alternatif, kafe, dan unit sewa jangka pendek di kota-kota besar.
Tantangan dan Potensi yang Sama
Apa yang dicoba Elon Musk melalui proyek Boxabl sejatinya mencerminkan tantangan yang sama dihadapi Indonesia: harga rumah yang terus naik, lahan makin sempit, dan kebutuhan masyarakat terhadap hunian terjangkau yang layak. Di Amerika, harga rumah kini rata-rata menyentuh angka $300.000 (sekitar Rp4,5 miliar), sementara di Indonesia backlog perumahan masih di atas 12 juta unit.
Musk berharap, dengan menekan biaya rumah hingga $10.000, masyarakat berpenghasilan rendah dan pembeli rumah pertama bisa memiliki tempat tinggal sendiri. Di Indonesia, konsep seperti ini sangat mungkin diadopsi lebih luas terutama di wilayah urban padat penduduk seperti Jabodetabek, Surabaya, atau Bandung asalkan didukung oleh regulasi, perbankan, dan perubahan persepsi publik. Kendala seperti zonasi ketat, stigma rumah mungil sebagai “kelas dua”, serta minimnya skema pembiayaan dari bank, menjadi tantangan yang harus dibenahi.
Apakah Indonesia akan kembali memimpin dalam hal adopsi rumah modular murah? Atau justru mengikuti jejak Musk yang kini mengembalikan ide lama dalam kemasan baru? Satu hal pasti di tengah lonjakan harga tanah dan urbanisasi yang tak terbendung, rumah prefabrikasi sangat relevan dengan kebutuhan masa kini.