Singapura, Propertytimes.id – Salah satu pusat keuangan global, Singapura saat ini tengah menghadapi tantangan serius dalam pasar propertinya. Inflasi properti yang terus meningkat telah menyebabkan ukuran kondominium yang dipasarkan di negara ini semakin menyusut. Fenomena yang telah terjadi sejak tahun 2010 ini tak pelak menimbulkan kekhawatiran para analis properti akan keterjangkauan perumahan dan kualitas hidup penduduk Singapura.
Firma real estat global Cushman & Wakefield menyebutkan, ukuran rata-rata hunian baru (non tapak) di Singapura dilaporkan turun 10,6 persen atau dari rata-rata 94 meter persegi pada tahun 2010 menjadi 83.9 meter persegi pada tahun 2024, sebagaimana dikutip dari The Straits Times.
Pada tahun 2012 dan 2019, Otoritas Pembangunan Kembali Perkotaan (Urban Redevelopment Authority :URA) sempat memperkenalkan langkah-langkah untuk membatasi jumlah unit kecil dalam proyek perumahan guna mengekang pengurangan ukuran yang berlebihan. Upaya ini kembali dilakukan dengan menerbitkan aturan baru pada tahun 2023 yang mengharuskan pengembang untuk memastikan bahwa setidaknya 20 persen unit area pusat baru memiliki luas internal bersih minimal 70 meter persegi.
CEO ERA Singapura, Marcus Chu, menuturkan, untuk mengatasi permasalahan penyusutan ukuran ini, para developer saat ini menawarkan unit kondominum dengan ruangan yang lebih fleksibel dan multifungsi. “Misalnya, ruang dapur dapat diubah menjadi ruang makan, jika mereka membutuhkan lebih banyak ruang untuk menjamu tamu,” katanya sebagaimana dikutip dari theindependent.sg.
Sebelumnya agen real estat OrangeTee mencatat, penjualan unit unit kondominium baru di Singapura pada tahun 2024 turun 90,6 persen menjadi 254 unit, dari puncaknya pada tahun 2012 yang terjual sebanyak 2.709 unit.
Diketahui, harga lahan di Singapura terus melonjak tinggi terutama di lokasi-lokasi strategis. Hal ini mengakibatkan pengembang properti harus berupaya menekan biaya produksi untuk tetap kompetitif, salah satunya dengan mengurangi ukuran unit kondominium.
Di sisi lain, Singapura juga memiliki populasi yang padat dan terus bertambah. Kondisi ini mengakibatkan permintaan akan perumahan tetap tinggi, sementara pasokan lahan terbatas. Sehingga mendorong pengembang untuk memaksimalkan jumlah unit yang dapat dibangun di lahan yang tersedia, meskipun dengan mengorbankan ukuran unit.