Jakarta, PropertyTimes.id – Pasar properti mewah Indonesia tengah menunjukkan geliat yang menjanjikan di tengah ketidakpastian ekonomi global. Ketika investor global mulai mengalihkan fokus dari pusat-pusat konvensional seperti Singapura, Bangkok, hingga Penang, kawasan seperti Bali dan Lombok justru menunjukkan daya tarik baru yang tak terbantahkan.
Daniel Peros, Vice President Global Operations di Luxury Portfolio International® menuturkan, Indonesia berada di ambang lompatan besar sebagai destinasi unggulan investasi properti mewah. Dalam wawancara eksklusif bersama PropertyTimes.id, Daniel mengungkapkan bahwa pascapandemi, pola pikir konsumen properti kelas atas telah mengalami perubahan fundamental.
Sebagai informasi, Luxury Portfolio International® adalah jaringan global terkemuka untuk properti mewah yang bernaung di bawah Leading Real Estate Companies of the World®. Dengan anggota lebih dari 250 broker properti independen di lebih dari 70 negara, jaringan ini mewakili portofolio properti residensial bernilai tinggi dari berbagai belahan dunia.
BACA JUGA: Perluas Ekspansi, Developer Thailand Ini akan Kelola Resor Mewah di Labuan Bajo
“Saat ini, pembeli kalangan high-net-worth individuals (HNWI), terutama generasi muda, lebih mengutamakan properti yang mencerminkan gaya hidup yaitu sehat, alami, fleksibel, dan mendukung kerja digital. Bukan lagi soal status semata,” ujar Daniel, akhir Juni 2025 lalu.
Data internal Luxury Portfolio menunjukkan bahwa 60% pembeli properti mewah kini memprioritaskan fitur kesehatan seperti kualitas udara dan ruang hijau. Bahkan, 45% pembeli dari generasi muda HNWI lebih memilih akses terhadap alam dan ruang kerja digital dibanding simbol kemewahan konvensional seperti marmer atau chandelier. Hal ini tercermin jelas di pasar Indonesia, di mana permintaan atas hunian bergaya retreat semakin tumbuh di kawasan seperti Bali dan Lombok.
Menurut Daniel, Bali tetap menjadi primadona, bukan hanya karena keindahan alam dan warisan budayanya, tetapi juga karena potensi keuntungannya. Di wilayah seperti Canggu dan Uluwatu, misalnya, yield investasi properti jangka pendek berkisar antara 8% hingga 12% per tahun, sebuah angka yang melampaui banyak destinasi regional. “Bali bukan hanya untuk liburan. Ia adalah tempat tinggal dan aset berpenghasilan yang stabil,” jelas Daniel.
Sementara itu, Lombok mulai menunjukkan geliat sebagai alternatif “first-mover” yang lebih terjangkau. Dengan harga properti 20% – 40% lebih rendah dibanding Bali, Lombok kini menjadi incaran investor yang mencari pertumbuhan jangka panjang. “Wilayah selatan Lombok, khususnya di sekitar Mandalika, memiliki potensi luar biasa. Harga tanah terus naik dengan pertumbuhan tahunan sekitar 6 – 8%,” tambah Daniel.
Perkembangan ibu kota baru, Nusantara (IKN), di Kalimantan Timur, juga diyakini akan menjadi pengubah permainan pasar properti di Indonesia. Dengan investasi sebesar US$35 miliar, pembangunan IKN akan membuka kebutuhan baru akan residensial, hospitality, dan kawasan campuran. “IKN akan menciptakan ekosistem baru di luar Jawa, dan pengembang serta investor yang berani masuk sejak awal akan menikmati keunggulan posisi,” kata Daniel.
Dalam konteks global, Indonesia memiliki keunggulan komparatif. Skala geografis yang luas, pertumbuhan demografis yang tinggi, serta peningkatan konektivitas melalui proyek-proyek infrastruktur seperti Kereta Cepat Jakarta-Bandung menjadikan Indonesia sangat kompetitif. Belum lagi, program “second home visa” yang telah berlaku pada akhir 2022 lalu cukup menarik minat dari kalangan investor Singapura, China, dan Korea Selatan. “Pasar properti mewah Indonesia tak hanya sedang tumbuh, tapi sedang membuka diri secara struktural dan regulatif untuk dunia. Ini saat yang tepat untuk mengambil posisi,” tandas Daniel.





