Jakarta, Propertytimes.id – Bank Indonesia (BI) melaporkan pertumbuhan harga properti residensial di pasar primer pada triwulan II 2025 mengalami perlambatan. Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia, Rabu (6/8) mengindikasikan jika Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) hanya tumbuh sebesar 0,90% secara tahunan (yoy), atau lebih rendah dibandingkan triwulan I 2025 yang mencapai 1,07% (yoy). Perlambatan ini dipicu oleh melemahnya penjualan rumah tipe besar dan menengah, sementara pertumbuhan penjualan rumah tipe kecil juga melambat.
Secara triwulanan (qtq), IHPR tumbuh 0,18%, turun dari 0,25% pada triwulan sebelumnya. Harga rumah tipe kecil dan besar masing-masing tumbuh 0,10% (qtq) dan 0,08% (qtq), lebih rendah dibandingkan triwulan I 2025. Sementara itu, harga rumah tipe menengah justru menunjukkan peningkatan dari 1,14% (yoy) menjadi 1,25% (yoy).
Penjualan Properti Terkontraksi
BI mencatat, penjualan properti residensial di pasar primer terkontraksi sebesar 3,80% (yoy) pada triwulan II 2025 secara tahunan, berbanding terbalik dengan pertumbuhan 0,73% (yoy) di triwulan I 2025. Kontraksi terdalam terjadi pada penjualan rumah tipe besar yang terkontraksi 14,95% (yoy) dan menengah terkontraksi 17,69% (yoy), sementara penjualan rumah tipe kecil masih tumbuh 6,70% (yoy), meski melambat dari 23,75% (yoy) di triwulan I 2025.
BACA JUGA: Pasar Properti Residensial Masih Lesu: Penjualan Tumbuh Tipis, Harga Tak Melaju
Secara triwulanan, penjualan rumah turun 16,72% (qtq), setelah sebelumnya mencatat pertumbuhan 33,92% (qtq). Kontraksi ini terutama disebabkan oleh penurunan penjualan rumah tipe kecil sebesar 26,98% (qtq). Namun, penjualan rumah tipe menengah dan besar menunjukkan perbaikan dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 10,61% (qtq) dan 1,19% (qtq).
BI mengidentifikasi beberapa faktor utama yang menghambat pengembangan dan penjualan properti residensial, antara lain kenaikan harga bahan bangunan (19,97%), masalah perizinan/birokrasi (15,13%), suku bunga KPR (15,00%), proporsi uang muka yang tinggi (11,38%), dan pengajuan KPR yang rumit (8,66%).
Di sisi pembiayaan, pengembang masih mengandalkan dana internal sebagai sumber utama (78,36%). Sementara itu, mayoritas pembelian rumah di pasar primer dilakukan melalui KPR dengan pangsa mencapai 73,06% dari total pembiayaan.
Dari 18 kota yang disurvei, 14 kota mencatat perlambatan pertumbuhan IHPR secara tahunan. Kota Pekanbaru dan Surabaya mengalami perlambatan terbesar, masing-masing dari 2,69% (yoy) menjadi 1,67% (yoy) dan dari 1,05% (yoy) menjadi 0,44% (yoy). Sebaliknya, Banjarmasin dan Semarang mencatat akselerasi pertumbuhan harga rumah, masing-masing dari 2,18% (yoy) menjadi 2,25% (yoy) dan dari 0,85% (yoy) menjadi 0,96% (yoy).
Prospek ke Depan
Perlambatan pertumbuhan harga properti residensial dan kontraksi penjualan mencerminkan tantangan yang dihadapi sektor ini. Kebijakan terkait suku bunga KPR dan kemudahan perizinan dinilai krusial untuk mendorong pemulihan pasar properti ke depannya. BI akan terus memantau perkembangan ini sebagai bagian dari upaya menjaga stabilitas sektor properti dan perekonomian nasional.