Denpasar, Propertytimes.id – Pasar properti di Bali pada awal tahun 2025 menghadapi tantangan cukup kompleks, di tengah tren pemulihan pariwisata pasca-pandemi. Meski geliat wisatawan mulai terasa, laporan Colliers Indonesia menunjukkan sektor properti, terutama perhotelan, masih belum sepenuhnya pulih akibat berbagai faktor, termasuk persaingan ketat dan daya beli masyarakat yang melemah.
Dalam laporannya bertajuk Colliers Media Briefing Q1 2025, Colliers mengemukakan bahwa kinerja sektor hotel di Bali pada kuartal pertama 2025 belum sesuai harapan. Hal ini dikarenakan sejumlah hotel masih mencatatkan tingkat hunian yang stagnan, bahkan menurun, imbas dari kebijakan efisiensi anggaran pemerintah, khususnya untuk hotel yang sebelumnya bergantung pada pasar instansi pemerintah.
Tidak hanya dari sisi kebijakan, para pengusaha hotel di Bali juga menghadapi tantangan besar akibat persaingan yang semakin ketat, baik dari properti resmi maupun penginapan informal seperti rumah dan villa pribadi yang disewakan secara online.
Vietnam Salip Indonesia di Sektor Pariwisata
Persaingan Bali di tingkat regional juga semakin berat. Data Colliers menunjukkan, Vietnam berhasil melampaui Indonesia dalam hal jumlah kunjungan wisatawan asing sepanjang tahun 2024. Vietnam mencatatkan 17,5 juta kunjungan, sementara Indonesia, termasuk Bali, hanya menggaet 13,9 juta wisatawan mancanegara.
Perubahan preferensi wisatawan global ini membuat pelaku usaha di sektor properti dan perhotelan Bali harus menyesuaikan strategi, khususnya dalam meningkatkan daya saing harga, kualitas layanan, dan keunikan pengalaman menginap.
BACA JUGA: Pasar Properti Jakarta Mulai Bangkit, Tantangan Ekonomi dan Pasokan Tetap Jadi Sorotan
Meski kondisi pasar masih penuh tantangan, pelaku properti tetap menunjukkan optimisme terhadap potensi jangka panjang Bali. Data Colliers mencatat, hingga 2027 mendatang, akan ada tambahan pasokan hotel, terutama dari kelas bintang lima. Beberapa di antaranya adalah Vasa Hotel Canggu, The Apurva Kempinski Ubud, hingga Mandarin Oriental di Uluwatu.
“Hotel-hotel bintang lima tetap mendominasi proyek yang akan masuk ke pasar Bali. Hal ini menunjukkan keyakinan pelaku usaha bahwa Bali masih punya prospek kuat di segmen leisure, khususnya untuk wisatawan asing,” tulis Colliers dalam laporannya.
Selain kompetisi internasional, Colliers juga mencatat kecenderungan penurunan pasar domestik di Bali, yang disebabkan oleh menurunnya daya beli masyarakat dan tingginya harga tiket pesawat domestik. Kondisi ini berpotensi menahan pertumbuhan tingkat keterisian hotel dalam jangka pendek, meskipun ada harapan dari lonjakan wisatawan di periode libur panjang seperti Lebaran dan akhir tahun.
Dalam laporan tersebut, Colliers juga menyoroti bahwa strategi pelaku usaha di sektor properti dan pariwisata Bali ke depan harus berfokus pada diferensiasi produk dan penguatan kolaborasi dengan agen perjalanan digital serta promosi wisata pemerintah, agar mampu bersaing tidak hanya dengan negara tetangga, tapi juga dengan platform penginapan informal yang kian marak.