Propertytimes.id – Tak bisa dipungkiri, sebelum pandemi Covid-19 mulai mewabah sejak triwulan pertama 2020 lalu, siklus sektor properti yang telah melesu sejak tahun 2013-2014 diyakini banyak pihak telah mencapai puncaknya pada tahun 2018. Hal ini terlihat dari tren kenaikan yang sudah mulai terjadi pada tahun 2019. Menurut Arief Rahardjo, Director Strategic Consulting Cushman & Wakefield, pada tahun 2019 secara umum pasar properti telah membaik yang ditunjukan dengan penyerapan maupun tingkat hunian dari seluruh sektor properti (hunian, office, mal, hingga kawasan industri) yang mulai meningkat.
“Titik terendah pasar properti itu terjadi tahun 2018 karena masuk ke tahun 2019 sudah banyak tren yang menunjukan peningkatan. Sektor hunian misalnya, apartemen maupun rumah tapak (landed house) kinerjanya sudah lebih baik. Dari total 300 ribu unit apartemen yang dipasarkan di Jabodetabek ditambah suplai baru lebih dari 188 ribu unit hingga tiga tahun ke depan, penyerapan maupun okupansinya sudah lebih baik. Begitu juga sektor office, mal khususnya di pinggiran Jakarta, dan kawasan industri, semuanya sudah menunjukan peningkatan,” ujar Arief.
Bahkan untuk pasar hunian yang dipantau dari 40-an pengembangan kota baru (township) di Jabodetabek, Arief menyebut kinerjanya juga sangat baik khususnya untuk produk dengan range harga Rp900 juta-Rp1,5 miliar. Secara rata-rata, sebutnya, penjualan yang terjadi untuk produk-produk di segmen ini penyerapannya mencapai di atas 90 persen.
“Kita bisa melihat beberapa relaksasi maupun regulasi yang diikeluarkan pemerintah telah berdampak positif untuk pasar. Kalangan konsumen investor yang selama ini wait and see sudah mulai confident dan mulai melirik properti terlebih dengan banyaknya penawaran maupun promo menarik yang ditawarkan developer,” imbuhnya.
Tren yang sangat baik ini juga terus berlanjut pada periode Januari hingga pertengahan Maret 2020. Umumnya, periode awal tahun merupakan masa penurunan untuk transaksi sektor properti tapi pada tahun 2020 ini trennya justru meningkat dibandingkan periode akhir tahun sebelumnya, hal itulah yang semakin membuat pasar semakin positif.
Hanya saja, pada bulan Maret kita mengalami pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk memutus penyebaran virus telah membuat banyak kantor marketing tutup dan banyak kegiatan yang harus dilakukan dari rumah dengan memanfaatkan teknologi online dan banyak hal lainnya yang berubah untuk menyesuaikan dengan penerapan PSBB.
Kondisi yang kembali memukul sektor properti ini bukannya menghilangkan kesempatan maupun potensi dari produk properti. Menurut pengamat properti dan CEO Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda, tetap ada potensi khususnya dengan memanfaatkan marketing digital untuk memperkuat branding, positioning, hingga memunculkan keunggulan lainnya dari produk yang digarap.
“Situasi PSBB dengan banyaknya pemasaran offline yang tutup justru harus dimanfaatkan karena sekarang semua orang makin akrab dengan perangkat telekomunikasi (gadget). Developer harus bisa menggoda pasar dengan produk yang menarik dan komitmen pengembangan yang pasti sehingga bisa menarik pasar. Saat ini siapa yang bisa memanfaatkan teknologi digital nantinya akan menjadi pihak yang paling cepat pulih bisnisnya saat pandemi ini bisa diatasi,” katanya.
Wabah tidak selalu bencana
Sementara itu, Hanif Setyo Nugroho, Direktur Pengelolaan Properti PT Adhi Commuter Properti (ACP), pengembang proyek transit oriented development (TOD) LRT City, mengatakan, pihaknya sangat memahami situasi pasar terkait wabah Covid-19. ACP merupakan anak usaha BUMN PT Adhi Karya (Persero) Tbk yang membangun sarana transportasi masal kereta ringan LRT Jabodetabek.
“Kami melihat wabah ini sebagai challenge yang terus kami pelajari untuk penerapan strategi marketingnya salah satunya melalui channel online atau digital marketing. Kami juga berkomitmen untuk terus mengerjakan proyek-proyek LRT City yang pada tahun ini akan siap diserahterimakan seperti LRT City-Eastern Green, LRT City-Gateway Park, dan LRT City-Royal Sentul Park. Semuanya tetap berlanjut dengan protokol pekerjaan konstruksi standar penanganan Covid-19,” jelasnya.
Sebagai contoh, beberapa content marketing terus dikembangkan terkait keunggulan produk properti LRT City yang terintegrasi dengan sarana LRT. Misalnya dengan penayangan video progres proyek hingga memilih unit dan approve secara online yang bisa dilakukan dari rumah. Terbukti sejak mulai adanya wabah ini minat masyarakat untuk proyek-proyek LRT City masih cukup baik.
Salah satunya adalah proyek LRT City-Royal Sentul Park yang akan melaksanakan proses serah terima unit pada bulan Oktober 2020 untuk tower pertamanya (1.600 unit). Menurut Nanang Safrudin Salim, Project Director Royal Sentul Park, progres yang tetap berjalan saat pandemi ini memberikan keyakinan tersendiri bagi masyarakat dan menghilangkan kekhawatiran untuk konsumen yang sudah membeli.
“Ada beberapa kelebihan khususnya dari progres maupun perkembangan kawasan di proyek LRT City-Royal Sentul Park. Selain proses pembangunan yang terus berjalan, di sini sudah beroperasi pusat kuliner dan tempat wisata menyusul akhir tahun ini akan dibuka Mal tiga lantai seluas 17.700 m2. Progres ini juga diikuti surrounding-nya yang juga berkembang karena kawasan ini memang akan dijadikan salah satu CBD di Bogor,” katanya.
Menurut Nanang, ada beberapa kelebihan dari produk properti khususnya yang dengan konsep TOD dan yang sudah berprogres hingga siap diserah terimakan seperti LRT City-Royal Sentul Park. Salah satunya imbal kenaikan harga yang terus meningkat hingga potensi lain dari perkembangan kawasan Sentul dan sekitarnya yang akan menjadi salah satu CBD di Bogor. Perkembangan kawasan ini juga akan meningkatkan imbal hasil dari pendapatan sewa dengan banyaknya perkantoran maupun potensi dari sektor wisata.
Terlebih saat pandemi Covid-19 berbagai investasi lain khususnya saham maupun deposito menjadi kurang menarik. Saham terlalu fluktuatif dan cenderung terus melemah sementara imbal hasil dari depositu rate-nya semakin kecil dan dipotong pajak yang lumayan besar. Emas yang lebih stabil kenyataannya juga secara harga bisa menurun terlebih bila perekonomian global membaik. Emas juga memiliki risiko karena bentuk fisiknya yang berharga sehingga untuk amannya harus disimpan di safe deposit box yang akan menambah biaya lagi.
“Makanya kami sangat confident kalau produk yang kami tawarkan memiliki beberapa keunggulan yang tidak ada pada instrumen lain. Karena itu kami juga memberikan berbagai gimmick marketing untuk menggairahkan pasar seperti cara bayar soft cash dengan cicilan bertahap satu tahun, pembiayaan KPA bank dengan uang muka nol persen, pembebasan biaya-biaya, hingga persetujuan akad kredit secara online,” bebernya.
Dengan demikian, ujar Nanang, konsumen juga bisa merasa nyaman kalau proyek ini masih akan berkembang dengan potensi investasi yang sangat baik. Sebagai gambaran, saat LRT City-Royal Sentul Park dipasarkan tahun 2017 lalu, tipe studio berukuran 22 m2dibanderol seharga Rp299 juta, dan saat topping off pada 17 Agustus 2019 harganya sudah Rp407 juta dan saat ini harga terakhir mencapai Rp428 juta. Dari sisi tren kenaikan harganya saja sudah terlihat kalau proyek ini sangat menguntungkan dan untuk tipe dua kamar saat ini harganya sudah mencapai Rp1 miliar. Tak hanya itu, untuk memudahkan calon pembeli nya, LRT City-Royal Sentul Park maupun proyek LRT City lainnya juga mengembangkan channel online resmi melalui portal royalsentulpark.com, maupun media sosial lainnya seperti Instagram @royalsentulpark.id dan Facebook Royal Sentul Park. Kiki