Jakarta, Propertytimes.id – Kabar mengenai rencana Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk menghapus pajak properti atau perumahan, yang mencakup PPN sebesar 11% dan BPHTB sebesar 5%, mendapat perhatian besar di kalangan masyarakat dan pelaku industri properti. Penghapusan pajak ini bisa jadi merupakan upaya untuk mendorong pertumbuhan sektor perumahan dan memudahkan akses masyarakat terhadap rumah.
Meski begitu, beberapa pihak meyakini jika rencana ini juga perlu ditelaah dari berbagai perspektif, termasuk dampak terhadap pendapatan daerah dan negara, serta efek jangka panjang pada pasar properti. Salah satunya, dengan mempertimbangkan sumber pendapatan lain untuk menggantikan potensi kehilangan pendapatan yang dapat mempengaruhi pembangunan infrastruktur dan layanan publik.
Sebelumnya, kabar mengenai pemotongan pajak properti ini disampaikan oleh adik Prabowo yang juga ketua Satgas Perumahan, Hashim Djojohadikusumo. Ia menyebut yang akan dihapus adalah pajak pertambahan nilai (PPN) 11 persen dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) sebesar 5 persen.
“Ada masukan-masukan agar PPN 11 persen dihapus untuk sementara waktu, mungkin 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun pertama, kita hapus. Ini untuk mengurangi beban. Terus juga ada 5 persen BPHTB,” katanya seperti dikutip dari CNN Indonesia, Kamis (10/10/2024).
Menurut Hasyim, rencana ini merupakan rekomendasi pihaknya ke pemerintah, untuk dihapus (pajak properti) 16 persen sementara waktu. Sebagai gantinya, Hashim menegaskan Prabowo Subianto sudah menyiapkan Kementerian Penerimaan Negara. Kementerian anyar pisahan dari Kementerian Keuangan itu bakal diperintahkan untuk menambal pendapatan pajak yang hilang itu dari sumber-sumber lain.
Penghapusan pajak properti diyakini dapat memiliki berbagai dampak positif dan negatif. Berikut adalah beberapa dampak yang telah dirangkum oleh Propertytimes.id dari berbagai sumber:
Dampak Positif:
Meningkatkan Akses Kepemilikan Properti: Dengan menghapus PPN dan BPHTB, masyarakat akan lebih mudah membeli tanah dan bangunan, sehingga meningkatkan tingkat kepemilikan properti.
Mendorong Investasi: Penghapusan pajak ini dapat menarik lebih banyak investor untuk berinvestasi dalam sektor properti, yang pada gilirannya dapat meningkatkan pembangunan infrastruktur dan ekonomi lokal.
Pertumbuhan Sektor Properti: Penghapusan pajak bisa menstimulus permintaan di sektor properti, sehingga membantu pemulihan atau pertumbuhan pasar properti.
Mendukung Pertumbuhan Ekonomi: Dengan pengurangan biaya untuk membeli properti, daya beli masyarakat dapat meningkat, yang akan mendorong konsumsi dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Peningkatan Ketersediaan Perumahan: Kemudahan dalam transaksi properti bisa meningkatkan ketersediaan perumahan bagi masyarakat, terutama di daerah-daerah yang sedang berkembang.
Dampak Negatif
Kehilangan Pendapatan Pajak: Penghapusan pajak akan mengurangi pendapatan pemerintah daerah yang biasanya diperoleh dari pajak properti, yang dapat mempengaruhi kemampuan pemerintah dalam membiayai layanan publik.
Kenaikan Harga Properti: Dengan hilangnya pajak, potensi kenaikan permintaan dapat menyebabkan harga properti melonjak, yang bisa membuat properti tetap tidak terjangkau bagi sebagian masyarakat.
Ketidakadilan Sosial: Penghapusan pajak bisa lebih menguntungkan bagi individu dengan kekayaan lebih, sementara kelompok berpenghasilan rendah mungkin tidak merasakan manfaat yang sama.
Potensi Spekulasi: Tanpa pajak, ada kemungkinan terjadinya spekulasi di pasar properti, yang dapat menyebabkan gelembung harga dan ketidakstabilan pasar.
Penghapusan pajak properti, seperti PPN dan BPHTB, memiliki potensi untuk memberikan manfaat dalam hal akses dan investasi, namun juga dapat menimbulkan berbagai tantangan yang perlu dipertimbangkan secara cermat. Penentuan kebijakan yang baik harus memperhatikan keseimbangan antara mempromosikan pertumbuhan ekonomi dan menjaga kestabilan keuangan serta keadilan sosial.