Jakarta, propertytimes.id – Koridor Timur Jakarta yang terintegrasi mulai dari Bekasi, Cikarang, Karawang hingga Purwakarta dalam satu dekade terakhir tak bisa dipungkiri telah menjelma menjadi primadona bagi pertumbuhan bisnis properti di kawasan greater Jakarta. Hal ini tak terlepas dari kuatnya economic base di koridor tersebut serta masifnya pembangunan infrastruktur yang mengelilinginya, sebut saja, Kereta Api Cepat Jakarta-Bekasi-Cikarang-Bandung, Pelabuhan Patimban, Bandara Internasional Kertajati, APM Monorail, Tol Jakarta-Cikampek Elevated, hingga rencana pembangunan LRT Cawang-Bekasi Timur-Cikarang.
Bisa dimaklumi, jika sebesar 60% aktivitas perekonomian nasional saat ini berada di kawasan Koridor Timur. Tak heran, jika founder Lippo Group, Mochtar Riady sampai-sampai pernah mengatakan, jika kawasan Koridor Timur Jakarta merupakan Shenzen-nya Indonesia. Sayangnya, dibanding wilayah lainnya yang ada di pinggiran Jakarta, seperti koridor barat dan selatan, nyatanya berbagai kelebihan dari kawasan Koridor Timur justru belum mampu menaikkan kawasan ini sebagai hunian favorit masyarakat kelas menengah bawah maupun kelas menengah.
CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghanda, mengatakan, salah satu faktor belum populernya Koridor Timur Jakarta sebagai kawasan hunian favorit dikarenakan terjadinya supply mismatch atau ketidakcocokan pasokan hunian yang terjadi saat ini. Menurut Ali, hunian yang paling dicari para end user di Koridor Timur saat ini adalah hunian dengan kisaran harga Rp300 jutaan hingga Rp700 jutaan. Sayangnya, hunian dengan kisaran harga tersebut justru sangat terbatas dan susah dicari sementara permintaannya cukup besar. “Salah satu faktornya adalah mismatch. Hal ini menjadi challenge sebenarnya bagi para developer untuk masuk ke produk-produk bersegmen menengah dan menengah bawah karena memang permintaannya yanag cukup besar,” jelas Ali, dalam acara Jakarta Eastern Corridor Market Highlight 2020, di Jakarta, Senin (13/01) lalu.
Ali menambahkan, meski pasar untuk hunian segmen menengah dan menengah bawah tersebut menjadi incaran para end user, bukan berarti ada jaminan jika pasar di segmen tersebut terbebas dari incaran para pembeli investor. Sebab, hal tersebut memang tidak ada larangan dan sah sah saja. “Yang menjadi pertanyaan, ketika segmen ini nantinya mulai banyak dikembangkan, apakah lantas segmen tersebut akan diserap seluruhnya oleh end user, tentu tidak ada jaminan. Namun yang pasti, segmen ini pasarnya sangat prospektif karena banyak diincar pembeli end user, sementara pasokannya saat ini justru sangat terbatas di kawasan tersebut,” sebut Ali. Zki