Jakarta, propertytimes.id – Presiden Joko Widodo akhirnya menerbitkan aturan mengenai penggunaan bahasa Indonesia untuk dokumen hingga bangunan melalui Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019 pada akhir September 2019 lalu. Perpres ini merupakan pembaharuan dari aturan sebelumnya yaitu Perpres 16/2010 yang terbit pada era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Salah satu yang menarik perhatian adalah dalam Pasal 33, Perpres tersebut turut mewajibkan penggunaan bahasa Indonesia pada nama bangunan atau gedung, apartemen atau permukiman, perkantoran, dan kompleks perdagangan yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia. Sementara, pada ayat lainnya, bangunan atau gedung, apartemen atau permukiman, perkantoran, dan kompleks perdagangan sebagaimana dimaksud meliputi, perhotelan, penginapan, tempat hiburan, tempat pertunjukan, rumah sakit, menara, perumahan, rumah susun, gedung serta beberapa bangunan lainnya.
Agus Surya Widjaja, Direktur Ciputra group menuturkan, dirinya setuju jika pada setiap bangunan diwajibkan untuk menggunakan Bahasa Indonesia sesuai Peraturan Presiden No 63 tahun 2019. Namun, dengan catatan, jika menunjukkan penjelasan dari suatu produk atau proyek seperti garden, tower atau World, misalnya, seharusnya hal itu tidak termasuk yang diwajibkan. “Misalnya, Saya terpikir CitraGarden, CitraTower atau CitraWorld seharusnya ok, karena Citra dan Ciputra merupakan nama atau brand Indonesia, sementara garden, tower dan world merupakan penjelasan dari produk atau proyek saja,” ujar Agus Surya.
Sementara itu, Rudy Margono, Komisaris Gapuraprima Group mengatakan, seharusnya Pemerintah tidak dulu mengeluarkan aturan yang memberatkan pengusaha di saat iklim bisnis yang belum kondusif seperti sekarang. “Bisnis lagi lesu sebaiknya tidak mengeluarkan aturan yang memberatkan pengusaha,” tutur Rudy. Kiki