Propertytimes.id – “SEANDAINYA ada kehidupan kedua dan terlahir kembali, kalau boleh memilih, saya ingin kembali menjadi seorang developer properti,” ungkap Ciputra, seakan ingin mewakili perasaan dan kecintaannya tentang industri properti. Pedoman inilah yang telah mengakar kuat di benak Ciputra, sejak bertahun-tahun lalu dan menjadi filosofi bagi dirinya sebagai seorang developer. Bagi Ciputra, properti bukan hanya membangun sebuah rumah, gedung atau apapun itu, namun bagaimana sesuatu yang dibangun dan dikembangkan tersebut mampu membangun kehidupan sehingga dapat memberikan warna bagi penghuninya. Salah satunya, menciptakan kawasan pemukiman dengan konsep yang terjaga dari hulu hingga hilir dan saling bersinergi. Dan, perwujudan ”ruh” kehidupan tersebut telah diaplikasikan Ciputra pada berbagai portofolio yang dikembangkan Ciputra Group.
Di usianya yang tak lagi muda, kesuksesan, kekayaan serta bisnis yang telah mengalir hingga generasi ketiga, nyatanya tak membuat Ciputra berleha-leha. Sekali-kali, Ia masih tetap setia memelototi berbagai rencana pengembangan proyek, memimpin rapat, serta meriview kinerja perusahaan yang dilaporkan kepadanya. Ciputra juga masih dipercaya untuk mengisi berbagai forum, seminar, kelas motivasi hingga tetap berolahraga. Bagi orang-orang di sekitarnya, Ciputra memanglah sosok istimewa.
Ciputra tercatat sebagai salah seorang pengusaha yang berhasil melampaui semua orde; orde lama, orde baru, maupun orde reformasi, namun tidak luput dari dampak krisis moneter. Bagaimana Anda bisa sukses melewati krisis moneter pada 1997 silam?
Krisis moneter memang menghancurkan dan melukai banyak orang. Satu pukulan hebat yang memaksa orang untuk tiarap, berlutut dan mengakui kelemahan. Ternyata manusia tidak ada apa-apanya ketika Tuhan berkehendak krismon terjadi. Bahkan, pengusaha yang telah mengibarkan nama di sana sini dan selalu berhasil dalam setiap proyek yang digarap seperti saya bisa bertekuk lutut.
Memang, tidak mudah dan butuh waktu lama untuk bisa memulihkan keadaan. Namun, saat itu kami sabar menyusuri perjalanan panjang menghadapi beban pembayaran utang dengan segala strategi. Yang penting semua dilakukan dengan niat dan cara yang baik. Pantang bagi kami menghindar apalagi berlari. Lima tahun setelah krismon, perbaikan terjadi. Perusahaan saya kembali bangkit. Grup-grup perusahaan saya akhirnya mengubah visi kerja dari ekspansif menjadi konservatif akibat pengalaman dihajar krismon.
Menurut Anda, apa perbedaan krisis tahun 1997 dengan kondisi sekarang yang dianggap melambat?
Jauh berbeda. Tahun 1997 properti Indonesia bukan rata dengan tanah tapi tenggelam. Tapi kita masih bisa bangkit, bahkan lebih berkembang. Makanya coba lihat seluruh dunia hanya daerah Asia yang pertumbuhannya di atas rata-rata. Negara-negara Eropa kalau sudah tumbuh di atas 1% mereka menggapnya sudah bagus. Amerika kalau dapat 3% sudah baik. Sementara, kita dapat 5% saja masih kurang puas dan kita harus bersyukur. Karena apa? karena kita masih punya tenaga kerja yang kompetitif.
Mengapa Anda begitu tertarik dengan kegiatan olahraga?
Karena saya juga pernah menjadi atlet. Ketika saya masih muda, sekitar umur 12 tahun sampai 16 tahun di Gorontolo, saya sangat senang berburu. Mulai dari rusa, anoa dan babi hutan. Karena terbiasa berburu dan berlari, saya akhirnya diikutsertakan dalam lomba atletik untuk jarak menengah sekitar 800-1500 meter dan saat itu saya menjadi juara. Setelah lulus SMP, kemudian saya melanjutkan SMA di Manado. Di sini karir saya sebagai atlet masih lanjut dan saya kembali juara. Maka pada PON ke-2 di Jakarta, saya tercatat sebagai atlet atletik mewakili Manado dan masuk final, meski tidak juara. Selepas SMA saya kemudian lulus ITB. Ketika kuliah saya benar-benar berkonsentrasi untuk belajar, maka saya mulai meninggalkan dunia atletik.
Bagi Anda, apa hal yang paling utama dalam hidup?
Pertama keluarga, itu yang paling sutama. Saya bersyukur bahwa saya, anak dan cucu saya dari dua orang sekarang sudah menjadi 20 orang dan cicit. Saya senang anak-anak saya disamping punya moral yang tinggi juga mereka IQ nya tinggi-tinggi dan mereka semua rukun serta rohani mereka bagus sekali. Yang kedua, kehidupan sosial. Saat ini saya punya 10 yayasan, dimana 4 diantaranya adalah yayasan yang membangun 4 universitas dan ini mungkin jarang di Indonesia ada orang bisa membangun 4 universitas, yaitu Universitas Terumanegara, Prasetya Mulya, Universitas Ciputra, dan Universitas Pembangunan Jaya.
Disamping itu ada juga yayasan-yayasan lain seperti, Yayasan Jaya Raya (Klub Badminton) yang telah menghasilkan puluhan juara All England, juara dunia dan olympiade 3 medali emas dan satu perak. Saya sangat berterimakasih kepada Tuhan, sebab semua kepintaran, kemampuan, serta semua usaha saya berkat Tuhan.
Sejak kapan Pak Ci mulai menurunkan estafet kepemimpinan kepada anak-anak untuk mengelola Ciputra Group?
Kira-kira 12 tahun yang lalu, sewaktu umur saya 75 tahun. Sudah saya siapkan dan memang semua harus disiapkan.
Baca Juga : “CITA-CITA SAYA ADALAH MEMBANGUN, ITU SEBABNYA MENJADI DEVELOPER”
Bagaimana Anda mempersiapkan generasi kedua tersebut?
Pertama moral mereka, kedua teknik. Salah satu teknik mereka belajar di sekolah, serta yang ketiga entrepreneurship itu belajar dari alam. Dan terakhir adalah inovasi yang mereka pelajari dari Ciputra Group. Memimpin anak sendiri tidak sama dengan memimpin orang lain yang sengaja melamar pekerjaan di perusahaan saya. Pada anak sendiri saya harus menyuntikkan sense of belonging dan tekad juang lebih kuat.
Selain anak, para menantu juga terlibat aktif di Ciputra Group?
Salah satu rasa syukur yang begitu unik dan hingga sekarang masih membuat saya terpukau adalah bahwa saya memiliki menantu-menantu yang amat hebat. Mendapatkan menantu yang baik dan tangguh bagi saya adalah karunia tak terkira. Bahkan di hari-hari ini saya sering merenungkan, betapa luar biasanya Budiarsa Sastrawinata (suami dari Rina Ciputra) dan Harun Hajadi (suami dari Junita Ciputra) dalam membantu saya membesarkan perusahaan. Bahkan, kedua menantu saya itu bisa dikatakan sebagai motor yang sangat penting di perusahaan. Demikian pula istri Candra yang begitu sabar dan sportif, karena dukungannya maka Candra bisa bekerja dengan jernih dan tenang. Memang, pada akhirnya hanya menantu pria yang secara konkrit terjun ke bisnis keluarga. Sementara, menantu wanita lebih memilih mengurus anak-anak dan itu sebuah keputusan mulia yang saya hormati.
Lalu, bagaimana Anda memandang generasi-generasi muda di sektor properti saat ini?
Luar biasa, jauh lebih maju dari saya dulu. Memang kompetitor makin banyak tapi mereka punya market masing-masing. Dibandingkan dengan saya, mereka lebih baik.
Selama puluhan tahun berkarir, apa pencapaian yang telah Anda hasilkan?
Sampai saat ini saya telah mendirikan puluhan perusahaan yang tergabung dalam Ciputra Group, Metropolitan Group dan Jaya Group. Disamping itu juga ada perusahaan media, meski tidak seberapa dibandingkan dengan tiga group pengembang yang saya sebutkan tadi, karena mereka memang menjadi besar sekali. Dari tiga grup tersebut, beberapa perusahaan sudah go public.