Jakarta, Propertytimes.id – Mewabahnya pandemi yang melanda hampir seluruh dunia membuat pertumbuhan ekonomi di sejumlah Negara termasuk Indonesia terus menunjukkan kurva negatif. Kondisi ini bahkan membuat banyak pelaku usaha baik makro maupun mikro terpaksa menghentikan kegiatan usahanya. Di sektor properti, subsektor pusat perbelanjaan adalah salah satu bisnis yang cukup terpuruk.
Hal ini disebabkan menurunnya daya beli masyarakat pada ritel yang terdapat pada pusat belanja. Alhasil banyak pelaku usaha yang tidak sanggup lagi untuk menjalankan bisnisnya sehingga menimbulkan gelombang PHK yang cukup tinggi serta penurunan ekonomi.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat APPBI (Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia) Alphonzus Widjaja memaparkan, sebagaimana dinyatakan oleh pemerintah, bahwa pada akhir bulan September nanti Indonesia diperkirakan akan mengalami resesi ekonomi. Para pelaku usaha dan khususnya Pusat Perbelanjaan Indonesia, lanjut Alphonzus, telah merasakan resesi ekonomi sejak beberapa bulan terakhir dimana tingkat kunjungan ke Pusat Perbelanjaan merosot tajam akibat Pusat Perbelanjaan tidak diperkenankan untuk beroperasi ataupun hanya diperkenankan beroperasi secara terbatas. “Kondisi ini membuat Pusat Perbelanjaan semakin bertambah buruk akibat daya beli masyarakat yang merosot sangat tajam. Awal bulan depan Pusat Perbelanjaan Indonesia harus memasuki masa resesi ekonomi dalam kondisi usaha yang sedang terpuruk,” tutur Alphonzus.
Sebagai pelaku usaha di sektor perdagangan, menurutnya, para pelaku usaha sangat menanti uluran pemerintah dimana dari awal PSBB di bulan Maret hingga September 2020 belum mendapatkan stimulus/ subsidi apapun sehingga apabila tidak mendapatkan uluran tangan dari pemerintah maka anggota kami akan mulai bertumbangan, dimulai dengan penutupan gerai-gerai, dan pemutusan kerja karyawan secara massal. Hal ini tentu saja akan berdampak bukan hanya bagi karyawan yang di PHK namun bagi keluarganya juga.
“Sektor pendukung ritel terdiri dari berbagai ekosistem dari hilir ke hulu, mulai dari Industri, Produsen hingga jutaan UKM yang menjadi supplier maupun binaan ritel, vendor, pergudangan, logistik/ pengiriman, pusat perbelanjaan, dan lain-lainnya, apabila sektor ritel terdampak maka ekosistem didalamnya pun akan terdampak,” ujar Budihardjo Iduansjah, Ketua Umum HIPPINDO (Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia).
Segitiga ekosistem yang terdiri dari (atas ke bawah) yaitu Pusat Perbelanjaan, Ritel & Penyewa, dan Karyawan. Apabila karyawan mendapat subsidi maka ritel dan penyewa akan terbantu sehingga dapat tetap membuka lapangan kerja dan toko di pusat perbelanjaan dapat kembali buka. Hal ini dapat kembali menggerakkan perekonomian dan menjaga sektor konsumsi rumah tangga. Selama ini pusat perbelanjaan beserta tenant/ penyewa didalamnya sudah menjalankan protokol Kesehatan dengan baik, oleh karena itu kami mohon agar semua kategori usaha yang ada di pusat perbelanjaan dapat dibuka semua termasuk arena permainan, bioskop, pusat kebugaran, restoran bisa melayani makan di tempat (dine in) karena merupakan satu ekosistem di pusat perbelanjaan yang bila salah satu nya berkurang (misalnya restoran hanya bisa take away) maka berakibat “mati” nya kategori usaha lain di dalam pusat perbelanjaan tersebut. Diharapkan pergerakan ekonomi masih bisa berjalan dengan tetap mempertahankan kemampuan daya beli masyarakat sehingga dapat memperbaiki pertumbuhan ekonomi segera.*